Tugas Ilmu Kesehatan Masyarakat: Makalah tentang Tipes Perut



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Sebagai negara beriklim tropis, Indonesia merupakan salah satu negara yang penduduknya rentan terhadap gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh penyakit-penyakit tropis diantaranya demam thypoid. Ditambah dengan buruknya perilaku masyarakat Indonesia yang tidak peduli terhadap keseimbangan ekosistem, terutama lingkungan yang merupakan faktor pencetus meningkatnya intensitas angka kejadian penyakit tropis yang berakibat pada ketidakstabilan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Salah satu penyakit menjadi momok bagi masyarakat Indonesia karena banyaknya kasus dan sering mengakibatkan kematian adalah penyakit Demam Thypoid yang sering menyerang anak-anak.
Penyakit deman thypoid adalah penyakit infeksi akut yang mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam, sakit kepala, mual, muntah, tidak nafsu makan. Masalah-masalah yang diakibatkan dari penyakit ini akan lebih kopleks apabila terjadi pada anak seperti gangguan pemenuhan istirahat tidur, gangguan pemenuhan nutrisi, juga anak tidak bisa bermain dengan teman sebayanya. Sedangkan bermain merupakan suatu kegiatan yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan anak sekalipun anak dalam keadaan sakit dan dirawat. Sehingga sangat perlu kiranya jenis penyakit ini untuk dibahas dan dipahami oleh setiap tenaga kesehatan agar mampu memberikan asuhan guna memperbaiki dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Atas dasar tersebut, penulis merasa tertarik untuk membahas mengenai penyakit ini dalam sebuah makalah dengan judul “Typus abdominalis”.

B.  Tujuan Penulisan
1.    Tujuan Umum
Untuk memahami teoritis dan asuhan keperawatan dari typus abdominalis.
2.    Tujuan Khusus
a)    Untuk memahami teoritis dari typus abdominalis (definisi, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, penatalaksanaan, obat-obatan, pencegahan).
b)   Untuk memahami dan mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan untuk penderita typus abdominalis.

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Konsep Dasar Teori Thypus Abdominalis
1.    Pengertian Thypus Abdominalis
Demam tifoid atau thypoid fever atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhii, ditandai gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995).
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella (Bruner and Sudart, 199). Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi (Arief Maeyer, 1999).
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12 – 13 tahun (70%-80%), pada usia 30-40 tahun (10%-20%) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak (5%-10%). (Mansjoer, Arif 1999).
Tifoid merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang disebabkan oleh salmonella thypii, penyakit ini dapat ditularkan melaluimakan, mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman salmonellathypii (Hidayat Alimul Azis.A, 2006).
2.    Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan
Usus Halus
Usus halus atau intestinium minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum panjangnya kurang lebih 6m, merupakian saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan yang terdiri dari lapisan usus halus (lapisan mukosa sebelah dalam, lapisan otot melingkar (muskular sirkuler), lapisan otot memanjang (muskular longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar). Fungsi usus halus adalah diantaranya secara selektif mengabsorpsi produk digesti, usus halus juga mengakhiri proses pencernaan makanan yang dimulai di mulut dan lambung. Proses ini diselesaikan oleh enzim usus dan enzim pancreas serta dibantu empedu dalam hati.
Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Bagian dari usus halus terdiri dari :
Duodenum
Duodenum disebut juga usus 12 jari, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir, yang membukit disebuit papilla vateri. Pada papilla vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledukus) dan saluran poankreas (duktus wirngus/duktus pankreatikus).
Empedu dibuat dihati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui duktus koledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak, dengan bantuan lipase. Pankreas juga menghasilkan amilase yang berfungsi  mencerna hidrat arang menjadi disakarida, dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan polipeptida.
Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar-kelenjar Brunner, berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.
Jejenum dan Ileum.
Jejenum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 meter. Bagian atas adalah jejenum dengan panjang 23 meter dan ileum dengan panjang 4-5 meter. Lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posteior dengan perantara lipatan peritonium yang berbentukkipas dikenal sebagai mesenterium. Sambungan antara jejenum dan ileum tiak mempunyai batas tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan sekum dan perantaraan lubang yang bernama orifisium ileosekalis.
Fungsi Usus Halus meliputi : 
·      Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.
·      Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
·      Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.
Di dalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yang menyempurnakan makanan :
·      Enterokinase mengaktifkan enzim proteolitik.
·      Eripsin menyempurnakan pencernaan protein menjadi  asam amino.
o  Laktase menguabah laktosa menjadi monosakarida.
o  Maltose mengubah maltosa menjadi monosakarida.
o  Sukrose mengubah sukrosa menjadi monosakarida.
3.    Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman salmonella typhosa yang merupakan basil negatif, bergerak dan rambut getar, tidak berspora. Kuman ini mempunyai 3 macam antigen yaitu :
·      Antigen O (Somatik) tidak menyebar
·      Antigen H (menyebar) terdapat pada flagella
·      Antigen V1
Ketiga jenis antigen tersebut dalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukan tiga macam antibody disebut antigen. Kuman ini dapat masuk melalui makanan / minuman yang terkontaminasi (Rampengan, 2007: 47) typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
Penyebab terjadinya penyakit Typus abdominalis itu disebabkan karena kuman Salmonella typhi (basil gram-negatif) yang memasuki tubuh melalui mulut dengan perantara makanan dan minuman yang  telah terkontaminasi oleh kuman Salmonella typhi dan kuman ini terdapat dalam tinja, kemih, atau darah dan masa inkubasinya sekitar 10 hari.
4.    Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Kuman salmonella masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus yang melepaskan zat pirogen dan menimbulkan infeksi. Infeksi ini bisa merangsang pusat mual dan muntah di medulla oblongata dan akan mensekresi asam lambung berlebih sehingga mengakibatkan mual dan timbul nafsu makan berkurang. Apabila nafsu makan berkurang maka terjadi intake nutrisi tidak adekuat dan terjadi perubahan nutrisi. Selain itu juga kuman yang masih hidup akan masuk ke jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia primer), dan menuju sel-sel retikuloendotelial, hati, limfa dan organ-organ lainnya (Suriadi, 2006 : 254).
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap diusus halus melalui pembuluh limfe lalu masuk kedalam peredaran darah sampai diorgan-organ lain, terutama hati dan limfa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limfe sehingga organ-organ tersebut akan membesar (hipertropi) disertai nyeri pada perabaan, kemudian basil masuk kembali kedalam darah (bakteremia) dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus, sehingga menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak peyeri. Tukak tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus. (Ngastiyah, 2005).

5.    Manifestasi Klinis
Masa tunas demam tifoid berlansung 10 sampai 14 hari. Gejala-gejalay ang timbul amat bervariasi, perbedaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia, tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu, gambaran penyakit bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosa, sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian. Hal ini menyebabkan bahwa seorang ahli yang sudah sangat berpengalaman pundapat mengalami kesulitan untuk membuat diagnosa klinis tifoid.
a)    Demam, penyebab demam tifoid atau demam enterik ini adalah kuman/bakteri yang disebut dengan Salmonella typhi. Demam pada tifoid disebabkan karena salmonella typi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan penglepasan zat pirogen oleh zat leukosit pada jaringan yang meradang.
b)   Pusing
c)    Mual dan muntah, terjadi karena infeksi yang bisa merangsang pusat mual dan muntah di medulla oblongata dan akan mensekresi asam lambung berlebih sehingga mengakibatkan mual.
d)   Nyeri tekan pada abdomen, dikarenakan adanya pembengkakan pada hati dan limfa, akibat bakteri yang terus berkembang biak.
e)    Lidah terlihat kotor.

6.    Komplikasi
Kantong empedu dapat meradang dan membesar. Kuman dapat berkumpul dan menetap pada penderita. Orang ini disebut mengenai daerah hati bahkan bisa berefek pada kejiwaan. Yang paling berbahaya dari penyakit ini adalah apabila terjadi kebocoran usus. Apabila terjadi maka yang harus dilakukan adalah mengoperasinya.
a)    Komplikasi intestinal
·      Perdarahan usus
·      Perporasi usus
·      Ilius paralitik
b)   Komplikasi extra intestinal
·      Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
·      Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
·      Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
·      Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
·      Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
·      Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
·      Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.




7.    Penatalaksanaan
a)    Penatalaksanaan Medis
Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin dan kotrimoksasol. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon.
b)   Penatalaksanaan Keperawatan
Tirah baring, dilaksanakan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Diet harus mengandung
a.    Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein.
b.    Tidak mengandung banyak serat.
c.    Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.
d.   Makanan lunak diberikan selama istirahat.
Tujuan dari perawatan dan pengobatan adalah untuk menghentikan infasi kuman, mencegah terjadinya komplikasi dan memperpendek perjalanan penyakit. Pengobatan yang dilakukan dengan isolasi penderita dan melakukan desinfeksi pakaian, feses, urine,   untuk mencegah penularan. Selama 3 hari pasien harus di tempat tidur hingga panas turun, kemudian lakukan mobilisasi bertahap diantaranya, duduk, berdiri, dan berjalan.

8.    Obat-obatan
Obat-obatan yang sering digunakan dalam pengobatan typus abdominalis :
a.    Kloramfenikol
Belum ada obat anti mikroba yang dapat menurunkan demam  lebih cepat dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 4x.500 mg sehari oral atau intravena sampai 7 hari bebas demam. Dengan penggunan kloramfenikol, demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 5 hari.
b.    Tiamfenikol
Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tipid sama dengan kloramfenikol komplikasi pada hematologis pada penggunan tiamfenikol lebih jarang dari pada kloramfenikol. Dengan tiamfemikol demam pada demam tifoid turun setelah rata-rata  5-6 hari.
c.    ko-trimoksazol (kombinasi dan sulfamitoksasol)
Dosis itu orang dewasa, 2 kali 2 tablet sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam (1 tablet mengandung 80 mg trimitropin dan 400 mg sulfametoksazol). Dengan kontrimoksazol demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 5-6  hari.
d.   Ampicillin dan Amoksisilin
Indikasi mutlak pengunaannya adalah pasien demam tifoid dengan leokopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150 mg/kg berat badan sehari, digunakan sampai 7 hari  bebas demam. Dengan ampicillin dan amoksisilin demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 7-9 hari.
e.    Sefalosforin generasi ketiga
Beberapa uji klinis menunjukan sefalosporin generasi ketiga amtara lain sefiperazon, seftriakson dan cefotaksim efektif untuk demam typid, tatapi dan lama pemberian yang oktimal belum diketahui dengan pasti.
f.     Fluorokinolon
Fluorokinolon efektif untuk untuk demam typoid, tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.

9.    Pencegahan
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.    Pengkajian Keperawatan
a)    Identitas pasien
Mencakup identitas pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, dan tanggal masuk rumah sakit. Identitas penanggung jawab yaitu nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, suku bangsa, hubungan dengan penderita/pasien.
b)   Keluhan utama
Keluhan demam 4 hari yang lalu, demam pada sore hari, suhu tubuh 40°C, disertai mual, muntah, dan tidak nafsu makan.
c)    Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dahulu. Biasanya klien suka memakan makanan dan minuman yang tidak terjaga kebersihan.
d)   Riwayat kesehatan Sekarang
Pasien mengeluh badannya demam, terutama pada sore sampai malam, perasaan tidak enak, lesu, nyeri kepala, pusing, tidak bersemangat, bibir kering dan pecah -pecah, lidah kotor, perut kembung, BAB keras / diare.
e)    Riwayat Kesehatan keluarga
Kemungkinan ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti diderita klien.
f)    Riwayat kesehatan lingkungan
Biasanya lingkungan tempat tinggal klien tidak terjaga, yang dapat menimbulkan kuman ada dimakanan / minuman.
g)   Pemeriksaan fisik
Tanda yang diketahui selama pemeriksaan fisik mencakup nyeri tekan abdomen, identifikasi lamanya waktu dimana gejala hilang, identifikasi metode yang digunakan untuk mengatasi gejala, dehidrasi (akibat dari mual dan muntah), dan bukti adanya gangguan sistemik yang menyebabkan gejala typus abdominalis.
h)   Psikologis
Kaji apakah penyakit ini berdampak pada psikologis pasien.
i)     Pemenuhan kebutuhan dasar
·      Pola nutrisi
·      Pola tidur
·      Pola eliminasi
j)     Pemeriksaan Diagnostik
1)   Pemeriksaan darah
·      Pemeriksaan darah untuk kultur
Salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah penderita pada minggu pertama sakit, lebih sering ditemukan dalam urine dan feces dalam waktu yang lama.
·      Pemeriksaan widal
Pemeriksaan widal merupakan pemeriksaan yang dapat menentukan diagnosis thypoid abdominalis secara pasti. Pemeriksaan ini perlu dikerjakan pada waktu masuk dan setiap minggu berikutnya. (diperlukan darah vena sebanyak 5 cc untuk kultur dan widal)
2)   Pemeriksaan sumsum tulang belakang
Terdapat gambaran sumsum tulang belakang berupa hiperaktif Reticulum Endotel System (RES) dengan adanya sel makrofag.


2.    Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul menurut Brunner & Suddarth :
a.    Ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan hipertermi dan muntah.
b.    Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
c.    Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi.
d.   Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik.
e.    Resiko tinggi infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasif
f.     Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat.
g.    Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan infeksi virus salmonella thyposa di tandai dengan nyeri abdomen.

3.    Perencanaan
a)    Diagnosa 1
Gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah.
Tujuan : Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria hasil : Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal, tanda-tanda dehidrasi tidak ada.
b)   Diagnosa 2
Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi.
Kriteria hasil :Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal, konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat.
c)    Diagnosa 3
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi
Tujuan : Hipertermi teratasi
Kriteria hasil : Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak terjadi komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.
d)   Diagnosa 4
Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
Kriteria hasil : Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan kekuatan otot.
e)    Diagnosa 5
Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan: Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil : Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi purulen/drainase serta febris.
f)    Diagnosa 6
Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi yang tidak adekuat
Tujuan : pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria Hasil : menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya melalui perubahan gaya hidup dan ikut serta dalam pengobatan.
g)   Diagnosa 7
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan infeksi salmonella typhosa ditandai dengan nyeri abdomen.
Tujuan : nyeri berkurang
Kriteria hasil : tidak terdapatnya nyeri dengan melakukan teknik relaksasi yang telah di ajarkan.
Dx
Intervensi
Rasional
Dx. 1
1.        Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh.
2.        Pantau intake dan output cairan dalam 24 jam.
3.        Ukur BB tiap hari pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi lambung.
4.        Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari.
5.        Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi. 
1.        Mencegah ketidaknyamanan karena mulut kering.

2.        Terpenuhinya cairan dan elektolit dalam 24 jam.
3.        Mengidentifikasi kebutuhan diet.



4.        Terpenuhinya cairan dan elektrolit.

5.        Terpenuhinya kebutuhan pasien.
Dx. 2
1.        Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien.
2.        Anjurkan berbaring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap hari.
3.        Anjurkan klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung.
1.        Membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan makanan dan protein.
2.        Membantu pasien dalam melakukan aktivitas selama di tempat tidur.

3.        Memberikan informasi tentang keadekuatan masukan nutrisi dan masukan diet.
Dx. 3
1.        Observasi suhu tubuh klien.
2.        Anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien.
1.        Suhu dapat kembali normal.
2.        Memberikan informasi kepada keluarga pasien tentang membatasi aktivitas pasien.
Dx. 4
1.        Bantu kebutuhan sehari-hari klien seperti mandi, BAB dan BAK.

2.        Bantu pasien mobilisasi secara bertahap.
1.        Membantu pasien dalam melakukan aktivitasnya selama dalam masa penyembuhan.
2.        Membantu pasien dalam mobilisasi bertahap.
Dx. 5
1.        Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR).
2.        Observasi kelancaran tetesan infus, monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus.
1.        Melakukan tanda-tanda vital.

2.        Mengobservasi cairan yang masuk kedalam tubuh pasien.
Dx. 6
1.     kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya.

2.     Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatannya.
3.     Beri kesempatan keluarga untuk bertanya bila ada yang belum di mengerti.

4.     Evaluasi kembali tentang pendidikan kesehatan.
1.    untuk memberi informasi pada klien atau keluarga mengetahui sejauh mana informasi  atau pengetahuan yang diketahui oleh klien.
2.    orang tua klien mengetahui penyebab, tanda gejala dan pencegahan penyakit.
3.    Untuk mengurangi kecemasan dan motivasi agar klien atau keluarga kooperatif selama masa perawatan atau penyembuhan.
4.    mengetahui tingkat pengetahuan atau respon dari pendidikan kesehatan.
Dx. 7
1.    Ciptakan posisi yang nyaman bagi pasien
2.    Identifikasi penyebab terjadinya gangguan rasa nyaman
3.    Kolaborasi dengan keluarga dalam aktivitas pasien
4.    Membatasi pengunjung
1.    Agar nyeri yang dialami dapat diatasi

2.    Gangguan rasa nyaman yang dialami dapat ditanggulangi
3.    Memonitor dan membatasi kegiatan pasien
4.    Agar pasien dapat mengontrolemosi dalam suasana yang sepi

4.    Pelaksanaan
Perawat telah melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan kasus yang telah di susun. Dalam melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan penyakit thypoid yang harus diperhatikan adalah cairan, hipertermi, nutrisi, kelemahan fisik, cemas, dan kurang pengetahuan. Setiap tindakan yang telah dilakukan dicatat dalam keperawatan, tidak ada tanda-tanda infeksi, tidak ada perdarahan yang hebat, nafsu makan klien meningkat dan tidak lemas.

5.    Evaluasi
a)    Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan, pasien menjadi terpenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit nya.
b)   Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan, pasien menjadi terpenuhi kebutuhan nutrisi nya.
c)    Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan, pasien menjadi berkurang nyeri pada bagian abdomen nya.
d)   Setelah di lakukan tindakan asuhan keperawatan, demam pasien menurunkan.
e)    Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan, pasien mengerti tentang penyakit yang di derita pasien.
f)    Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan, pasien tidak mengalami infeksi apapun pada saat di rawat.



BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi. Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier.

B.  Saran
Penulis berharap mudah-mudahan makalahini dapat bermanfaat bagi yang membacanya dan dapat di aplikasikan dalam asuhan keperawatan,seta dapat menjadi referensi pembuatan makalah selanjutnya.




















DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol. 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. MediaAesculapius: Jakarta
Hidayat Alimul Azis.A, 2006, Edisi I, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta, Salemba Medika


Comments

Paling banyak dilihat

Tabel Angka Romawi 1-100 beserta Cara Pengucapannya dalam Bahasa latin

Cara Membuat Mucilago Untuk Emulsi Pada Sediaan Farmasi

Jurnal Praktikum Ilmu Resep. Resep: 5